Wajah kekecewaan pungawa Garuda muda |
Meski telah mempelajari taktik Thailand saat membenamkan Timor Leste, Rahmad Darmawan tetap tak mampu menghentikan musuhnya. Salah komunikasi di lini belakang dan telat melakukan perubahan formasi membuat Indonesia harus menelan pil pahit, menyerah 1-4 di tangah Thailand.
Mengulang Kesalahan
Rahmad Darmawan tampaknya tak belajar dari pengalaman Timor Leste saat digasak Thailand 1-3 di laga perdana SEA Games. Selain karena sama-sama kemasukan gol di menit-menit awal, proses gol pertama Thailand ke gawang Timor Leste pun hampir mirip dengan gol pertama Thailand ke gawang Kurnia Meiga.
Gol cepat yang dibuat Thailand ke gawang Indonesia dan Timor Leste sama-sama didahului skema kerja sama antara Adisak Kraisorn (penyerang) dan Kroerit Thawikan (sayap kiri).
Pada gol pertama, Adisak cenderung lebih mundur ke tengah mendekat kepada Thawikan. Kerja sama dua pemain ini di sayap kiri lalu menciptakan ruang kosong di depan gawang lawan, yang lalu dimanfaatkan Pokklaw.
Pelatih Indonesia, Rahmad Darmawan, sebenarnya terlihat mengintruksikan keempat pemain untuk menerapkan zonal marking di belakang. Namun skema ini bermasalah karena lawan dengan bebas berkreasi di luar area kotak pinalti. Untuk mencegahnya, otomatis poros ganda Egi Melgiansyah-Dedi Kusnandar harus menjaga kerapatan dengan empat bek. Gol pertama sendiri terjadi setelah Adisak berhasil memancing Egi meninggalkan posisinya.
Skema segitiga yang diterapkan Pelatih Kiatisuk Senamuang betul-betul diaplikasikan oleh para pemain Thailand di lapangan. Saat Pokklaw berdiri bebas di luar kotak penalti, secara serentak Adisak dan Chappuys merengsek masuk naik ke depan.
Untuk menutup pergerakan Pokklaw, mestinya Manahati Lestusen naik menjegal. Tetapi ia malah lari mundur ke belakang mengira bahwa Pokklaw akan melakukan umpan terobosan. Perkiraan Lestusen ini memang masuk akal. Kecerdikan dua pemain Thailand, Adisak dan Chappuys, yang berlari ke area kotak penalti membuat Lestusen ragu-ragu. Padahal ada Diego dan Andri Ibo yang menjaga Adisak dan Chappuys.
Mengulang Kesalahan
Rahmad Darmawan tampaknya tak belajar dari pengalaman Timor Leste saat digasak Thailand 1-3 di laga perdana SEA Games. Selain karena sama-sama kemasukan gol di menit-menit awal, proses gol pertama Thailand ke gawang Timor Leste pun hampir mirip dengan gol pertama Thailand ke gawang Kurnia Meiga.
Gol cepat yang dibuat Thailand ke gawang Indonesia dan Timor Leste sama-sama didahului skema kerja sama antara Adisak Kraisorn (penyerang) dan Kroerit Thawikan (sayap kiri).
Pada gol pertama, Adisak cenderung lebih mundur ke tengah mendekat kepada Thawikan. Kerja sama dua pemain ini di sayap kiri lalu menciptakan ruang kosong di depan gawang lawan, yang lalu dimanfaatkan Pokklaw.
Pelatih Indonesia, Rahmad Darmawan, sebenarnya terlihat mengintruksikan keempat pemain untuk menerapkan zonal marking di belakang. Namun skema ini bermasalah karena lawan dengan bebas berkreasi di luar area kotak pinalti. Untuk mencegahnya, otomatis poros ganda Egi Melgiansyah-Dedi Kusnandar harus menjaga kerapatan dengan empat bek. Gol pertama sendiri terjadi setelah Adisak berhasil memancing Egi meninggalkan posisinya.
Kegagalan pemain indonesia meredam pergerakan seorang Adisak, Pokklaw , dan Chappuys |
Skema segitiga yang diterapkan Pelatih Kiatisuk Senamuang betul-betul diaplikasikan oleh para pemain Thailand di lapangan. Saat Pokklaw berdiri bebas di luar kotak penalti, secara serentak Adisak dan Chappuys merengsek masuk naik ke depan.
Untuk menutup pergerakan Pokklaw, mestinya Manahati Lestusen naik menjegal. Tetapi ia malah lari mundur ke belakang mengira bahwa Pokklaw akan melakukan umpan terobosan. Perkiraan Lestusen ini memang masuk akal. Kecerdikan dua pemain Thailand, Adisak dan Chappuys, yang berlari ke area kotak penalti membuat Lestusen ragu-ragu. Padahal ada Diego dan Andri Ibo yang menjaga Adisak dan Chappuys.
Melawan tim yang menerapkan garis pertahanan dalam, Adisak Kraisorn berperan sebagai false nine. Ia akan menarik dua centerback Indonesia naik ke depan sembari bertugas sebagai pemantul bola kepada lima pemain tengah Thailand lainnya.
Gagal Menerapkan Zonal
Dalam skema bertahan, belajar dari pengalaman timor Leste yang selalu kelabakan saat menghadapi umpan-umpan terobosan Thailand, RD meminta Andri Ibo-Manahati Lestulen lebih bermain zonal ketimbang man to man. Sayangnya, beberapa kali Lestusen terpancing Adisak yang berlari mundur ke tengah.
Gol pertama dan kedua Thailand pun terjadi karena hal itu, yaitu salah komunikasi yang teramat buruk antara Diego-Andri Ibo-Lestusen.
Pada gol kedua, sebagai seorang sweeper, Andri Ibo jelas tak siap menerima umpan dadakan Lestusen yang malah membuang bola ke belakang. Namun, blunder yang Ibo lakukan tentu tak lepas dari kesalahan Lestusen juga.
Menyerang Tanpa Pola
Setelah gol kedua terjadi, seperti biasa timnas U-23 bermain tanpa pola serangan yang terstruktur. Ada kesenjangan gap antara lini tengah dan lini depan timnas, dengan jarak antara Egi Melgiansyah-Dedi Kusnandar dengan Fandi-Andik-Pahabol-Bayu teramat jauh.
Dua fullback, Alfin dan Diego, pun terlihat enggan turut naik membantu ke depan. Salah satunya disebabkan karena ketakukan RD pada sayap Thailand yang tampil mengerikan.
Untuk memberikan suplai bola, RD hanya mengandalkan umpan-umpan panjang. Imbasnya sepakbola kutak-katik kembali terjadi. Permainan hanya mengandalkan skill dan kecepatan individu semata lewat Andik dan Pahabol di flank. Berlari, berlari, dan berlari. Itulah yang hanya mereka lakukan, karena minimnya rekan yang mendekat.
Pergantian antar pemain pun dilakukan RD dengan memindahkan Andik ke kanan dan Pahabol ke tengah. Hasilnya? Nihil. Pergantian posisi nyatanya tak berpengaruh taktik dan pola serangan. Ini karena Indonesia hanya memanfaatkan serangan dari sayap serta minim kreatifitas membangun serangan dari tengah (lihat chalkboard passing di bawah).
Gagal Menerapkan Zonal
Dalam skema bertahan, belajar dari pengalaman timor Leste yang selalu kelabakan saat menghadapi umpan-umpan terobosan Thailand, RD meminta Andri Ibo-Manahati Lestulen lebih bermain zonal ketimbang man to man. Sayangnya, beberapa kali Lestusen terpancing Adisak yang berlari mundur ke tengah.
Gol pertama dan kedua Thailand pun terjadi karena hal itu, yaitu salah komunikasi yang teramat buruk antara Diego-Andri Ibo-Lestusen.
Pada gol kedua, sebagai seorang sweeper, Andri Ibo jelas tak siap menerima umpan dadakan Lestusen yang malah membuang bola ke belakang. Namun, blunder yang Ibo lakukan tentu tak lepas dari kesalahan Lestusen juga.
Menyerang Tanpa Pola
Setelah gol kedua terjadi, seperti biasa timnas U-23 bermain tanpa pola serangan yang terstruktur. Ada kesenjangan gap antara lini tengah dan lini depan timnas, dengan jarak antara Egi Melgiansyah-Dedi Kusnandar dengan Fandi-Andik-Pahabol-Bayu teramat jauh.
Dua fullback, Alfin dan Diego, pun terlihat enggan turut naik membantu ke depan. Salah satunya disebabkan karena ketakukan RD pada sayap Thailand yang tampil mengerikan.
Untuk memberikan suplai bola, RD hanya mengandalkan umpan-umpan panjang. Imbasnya sepakbola kutak-katik kembali terjadi. Permainan hanya mengandalkan skill dan kecepatan individu semata lewat Andik dan Pahabol di flank. Berlari, berlari, dan berlari. Itulah yang hanya mereka lakukan, karena minimnya rekan yang mendekat.
Pergantian antar pemain pun dilakukan RD dengan memindahkan Andik ke kanan dan Pahabol ke tengah. Hasilnya? Nihil. Pergantian posisi nyatanya tak berpengaruh taktik dan pola serangan. Ini karena Indonesia hanya memanfaatkan serangan dari sayap serta minim kreatifitas membangun serangan dari tengah (lihat chalkboard passing di bawah).
Bersabar dan Mengubah Formasi
Tak seperti saat menghadapi Timor Leste yang gencar melakukan serangan, melawan Indonesia tim Thailand lebih bermain bersabar. Terutama setelah mereka unggul 2-0. Thailand menerapkan garis pertahanan yang amat dalam. Lini tengah mereka pun merapat dengan backfour.
Formasi berganti menjadi 4-2-3-1 saat bertahan. Kedua poros ganda lebih bergerak ke arah sayap untuk mematikan serangan Indonesia yang hanya mengandalkan flank.
Sementara itu, tiga pemain tengah lainnya dipasang untuk mengisolir lini tengah dan lini depan Indonesia. Kesuksesan Thailand menguasai lini tengah ini tak ayal karena triangular antar pemain yang berjalan efektif.
Para pemain di berbagai lini menjaga kerapatan dengan pemain lainnya dalam membentuk segitiga-segitiga, entah itu saat menyerang ataupun saat bertahan dan melakukan pressing. Saat Indonesia memasuki area final third Thailand, maka akan ada tiga atau empat pemain yang siap menghadang. Wajar saja jika dengan mudah Thailand melakukan intersep seperti tergambar dalam chalkboard di bawah.
Kesimpulan
Rachmad Darmawan sebenarnya tau skema permainan Thailand yang tertumpu pada sayap kiri. Hal ini telah ia pelajari saat Timor Leste dibenamkan Thailand. Untuk mematikan skema itu, RD menerapkan defensive line yang amat dalam dengan menekankan fokus pada pertahanan. Hal yang ia korbankan adalah pergerakan Alfin yang tak bergerak bebas seperti saat melawan Kamboja.
Taktik bertahan RD ini belum optimal di menit-menit awal babak pertama. Gol yang dicetak Thailand di menit ke-2 adalah buktinya. Dengan begitu mudah Thailand mengecoh Indonesia di sayap kanan untuk membongkar barisan tengah Indonesia.
Dilihat dari permainan, tentu saja pelatih Thailand Kiatisuk Senamuang lebih lihai ketimbang RD. Secara cekatan ia menyesuaikan pemain-pemainnya untuk bermain dengan pola baru, saat RD menerapkan pola bertahan dan hanya menyerang dari flank. "Bermain sabar, menunggu ditekan, melihat peluang dan mencetak gol," itulah pujian RD yang ditujukan kepada Kiatisuk.
Tak seperti saat menghadapi Timor Leste yang gencar melakukan serangan, melawan Indonesia tim Thailand lebih bermain bersabar. Terutama setelah mereka unggul 2-0. Thailand menerapkan garis pertahanan yang amat dalam. Lini tengah mereka pun merapat dengan backfour.
Formasi berganti menjadi 4-2-3-1 saat bertahan. Kedua poros ganda lebih bergerak ke arah sayap untuk mematikan serangan Indonesia yang hanya mengandalkan flank.
Sementara itu, tiga pemain tengah lainnya dipasang untuk mengisolir lini tengah dan lini depan Indonesia. Kesuksesan Thailand menguasai lini tengah ini tak ayal karena triangular antar pemain yang berjalan efektif.
Para pemain di berbagai lini menjaga kerapatan dengan pemain lainnya dalam membentuk segitiga-segitiga, entah itu saat menyerang ataupun saat bertahan dan melakukan pressing. Saat Indonesia memasuki area final third Thailand, maka akan ada tiga atau empat pemain yang siap menghadang. Wajar saja jika dengan mudah Thailand melakukan intersep seperti tergambar dalam chalkboard di bawah.
Kesimpulan
Rachmad Darmawan sebenarnya tau skema permainan Thailand yang tertumpu pada sayap kiri. Hal ini telah ia pelajari saat Timor Leste dibenamkan Thailand. Untuk mematikan skema itu, RD menerapkan defensive line yang amat dalam dengan menekankan fokus pada pertahanan. Hal yang ia korbankan adalah pergerakan Alfin yang tak bergerak bebas seperti saat melawan Kamboja.
Taktik bertahan RD ini belum optimal di menit-menit awal babak pertama. Gol yang dicetak Thailand di menit ke-2 adalah buktinya. Dengan begitu mudah Thailand mengecoh Indonesia di sayap kanan untuk membongkar barisan tengah Indonesia.
Dilihat dari permainan, tentu saja pelatih Thailand Kiatisuk Senamuang lebih lihai ketimbang RD. Secara cekatan ia menyesuaikan pemain-pemainnya untuk bermain dengan pola baru, saat RD menerapkan pola bertahan dan hanya menyerang dari flank. "Bermain sabar, menunggu ditekan, melihat peluang dan mencetak gol," itulah pujian RD yang ditujukan kepada Kiatisuk.
Pertanyaannya yang kemudian menggelitik adalah, saat Kiatisuk merubah pola, kenapa RD masih tetap kukuh memakai taktik yang sama? Ia tak mengubah taktik dan hanya melakukan rotasi pemain di area flank dengan menukar Pahabol-Andik-Bayu Gatra.
Andaikan RD peka, peluang untuk menguasai lapangan tengah teramat besar jika ia menaikan garis pertahanannya agak lebih depan. Peran Egi dan Dedi pun mungkin akan lebih teroptimalkan. Dan sebenarnya di laga kemarin RD melakukan hal itu. Tetapi, saat timnas sudah tertinggal 3-0. Telat!
Andaikan RD peka, peluang untuk menguasai lapangan tengah teramat besar jika ia menaikan garis pertahanannya agak lebih depan. Peran Egi dan Dedi pun mungkin akan lebih teroptimalkan. Dan sebenarnya di laga kemarin RD melakukan hal itu. Tetapi, saat timnas sudah tertinggal 3-0. Telat!
Komentar
Posting Komentar